Isi pernyataan KH. Hasyim Muzadi, mantan Ketua PBNU ini, saya kira sangat penting di tengah kebingungan umat Islam Indonesia yang selalu dipojokkan oleh pemikiran-pemikiran menyimpang sebagian rakyat Indonesia, bahkan diantara mereka adalah orang-orang yang ingin mengadu domba persatuan rakyat Indonesia yang selama ini selalu berjalan harmonis berkat Pancasila sebagai tiang negara dan Bhinneka tunggal ika, mereka mengadu domba dengan isu Intoleransi yang hanya mengarah kepada pemeluk agama Islam saja, isu SARA dan bertopeng HAM, dengan memberikan komentar-komentar provokatif dan pembodohan di berbagai media nasional ternama sehingga sebagian umat Islam dan non muslim ikut terprovokasi oleh ajakan para pengkhianat dan provokator bayaran recehan ini.
Bangsa Indonesia memiliki identitasnya sendiri yang tidak perlu disamakan dengan bangsa lain, mereka penjiplak identitas bangsa lain agar diterapkan di Indonesia adalah para pengkhianat bangsa yang ingin memecah belah persatuan bangsa Indonesia yang selama ini belum bisa dipecah belah baik dengan isu terorisme, isu intoleransi beragama, isu SARA, isu HAM, mereka menjual identitas bangsa dengan recehan dan kesenangan sesaat.
Waspadalah, mereka berada di sekeliling kita, mereka berasal kalangan poliTikus, seniman, pegawai negri, pejabat, polisi, tentara, presiden, menteri, artis bahkan masyarakat biasa. Saya bersyukur, masih ada ulama yang mampu tegas dan mampu memberi arahan kepada umat dengan pernyataannya tentang isu Intoleransi.
Berikut selengkapnya isi pesan BBM mengenai pidato Hasyim Muzadi:
KH. Hasyim Muzadi, Presiden WCRP (World Conference on Religions for Peace) & Sekjen ICIS (International Conference for Islamic Scholars) & Mantan Ketum PBNU ttg tuduhan INTOLERANSI agama di Indonesia oleh Sidang PBB di Jeneva :
“Selaku Presiden WCRP dan Sekjen ICIS, saya sangat menyayangkan tuduhan INTOLERANSI agama di Indonesia. Pembahasan di forum dunia itu, pasti krn laporan dr dlm negeri Indonesia. Slm berkeliling dunia, saya blm menemukan negara muslim mana pun yg setoleran Indonesia.
Klau yg dipakai ukuran adl masalah AHMADIYAH, memang krn Ahmadiyah menyimpang dr pokok ajaran Islam, namun sll menggunakan stempel Islam dan berorientasi Politik Barat. Seandainya Ahmadiyah merupakan agama tersendiri, pasti tdk dipersoalkan oleh umat Islam.
Kalau yg jadi ukuran adl GKI YASMIN Bogor, saya berkali-kali kesana, namun tampaknya mereka tdk ingin selesai. Mereka lebih senang Yasmin menjadi masalah nasional & dunia utk kepentingan lain drpd masalahnya selesai.
Kalau ukurannya PENDIRIAN GEREJA, faktornya adl lingkungan. Di Jawa pendirian gereja sulit, tp di Kupang (Batuplat) pendirian masjid jg sangat sulit. Belum lagi pendirian masjid di Papua. ICIS selalu mlkkan mediasi.
Kalau ukurannya LADY GAGA & IRSHAD MANJI, bangsa mana yg ingin tata nilainya dirusak, kecuali mrk yg ingn menjual bangsanya sendiri utk kebanggaan Intelektualisme Kosong ?
Kalau ukurannya HAM, lalu di iPapua knp TNI / Polri / Imam Masjid berguguran tdk ada yg bicara HAM ?Indonesia lbh baik toleransinya dr Swiss yg sampai skrg tdk memperbolehkan Menara Masjid, lebih baik dr Perancis yg masih mempersoalkan jilbab, lbh baik dr Denmark, Swedia dan Norwegia, yg tdk menghormati agama, krn disana ada UU Perkawinan Sejenis. Agama mana yg memperkenankan perkawinan sejenis ?!
Akhir’a kmbl kpd bngsa Indonesia, kaum muslimin sendiri yg hrs sadar dan tegas, membedakan mana HAM yg benar (humanisme) dan mana yg sekedar Weternisme”.
[sa/islampos/tribunnews]
Leave a Reply