Penggunaan Internet di Ruang Publik Harus Diatur

IT Consultant

BANYAK orang tua berharap pemerintah memblokir semua content (isi) negatif di internet yang dapat diakses anak-anak. Dengan demikian, orang tua tidak perlu lagi mengawasi apa pun yang diakses oleh seorang anak saat berselancar di dunia maya.

Namun, praktisi Informasi Teknologi (IT), Teuku Farhan tak berharap demikian. “Pekerjaan menutup akses internet dari content pornografi tidak efektif dan mubazir, karena setiap hari jutaan situs negatif baru dibuat,  apalagi sifat internet yang mudah terhubung antarsatu pengguna dengan pengguna lain secara viral dan massif. Ini memungkinkan setiap content pornografi yang baru lebih mudah diperoleh bahkan menghampiri pengguna Internet. Belum lagi kita bicara banyak trik dan aplikasi yang tersedia untuk menembus content yang ditutup pemerintah,” kata Farhan.

Ia justru mendorong pemerintah untuk menyuplai content positif lebih banyak di internet dengan cara membuat aturan yang jelas dan tegas terhadap penggunaan dan tata kelola internet di Aceh.

“Apalagi Aceh punya qanun, UUPA, tentu aturannya bisa jauh lebih baik karena berbasis syariat Islam yang bukan hanya melibatkan pakar, tapi juga ulama. Kemudian, pemerintah juga harus gencar menyosialisasikan content-content positif, islami, dan sesuai kearifan lokal Aceh,” katanya.

Farhan memandang fenomena anak-anak yang telanjur kecanduan dengan game online dinilai sebuah sinyal yang amat berbahaya.

Dalam sebuah laporan yang dikutip tim riset Komunitas MIT, disebutkan bahwa anak-anak yang sering bermain elektronik (game) tanpa henti, ternyata memiliki dampak yang lebih parah dibandingkan kecanduan narkoba. Dia menyarankan agar pemerintah Kota Banda Aceh  membuat aturan ketat terhadap penggunaan internet bagi anak dan remaja di ruang publik seperti warnet dan warung kopi.

“Fungsi warnet dan warung kopi bukan hanya game online, tapi juga sangat bermanfaat untuk browsing internet, berinteraksi lewat media sosial atau menghubungi kerabat lewat email dan telepon gratis,” kata Teuku Farhan.

Dikatakan, game online memang bisnis menggiurkan bagi pelaku industri game, industri pornografi, dan warnet sebagai penyedia jasa internet/game online. Namun, katanya, jangan lupa saat ini game online bukan hanya dapat diakses di warnet, tapi juga bisa diakses lewat komputer PC, laptop, dan ponsel pintar (smartphone). Artinya, game ini bisa dimainkan di mana saja, bahkan sejak anak berada di kamarnya yang terkadang luput dari pantauan orang tua.

Salah satu pemicu hadirnya game online ini adalah antarpemain bisa saling berinteraksi secara realtime, seperti game online populer, Counter Strike yang bertemakan perang antara pasukan elite melawan teroris. Pemain bisa memilih bergabung menjadi anggota pasukan elite atau teroris, pemain juga bisa memilih menggunakan berbagai macam senjata canggih model terkini.

Namun, tidak sedikit game online yang memiliki tokoh-tokoh sesuai fantasi pembuat game tersebut yang kebanyakan nonmuslim. Tidak sedikit tokoh-tokoh dalam game tersebut diciptakan dalam tampilan yang vulgar. Walau tokoh-tokoh khayalan ini tidak ditemukan dalam dunia nyata, kata Farhan, namun unsur pornografi begitu melekat pada sosok sang hero.

“Kita jangan hanya menyalahkan game online sebagai biang yang meracuni anak Aceh. Saya justru melihat kebijakan dalam menyikapi game ini yang menjadi racun. Game online ini kan hanya media/alat, kenapa alat ikut disalahkan? Kalau alat tidak berguna, jangan digunakan, buat alat serupa yang berguna atau larang sama sekali. Yang bersalah itu kebijakan dan sikap pemerintah, orang tua, dan masyarakat dalam menyikapi maraknya game online ini. Apakah bersikap apatis atau solutif? Tantangan zaman mestinya dijawab, bukan didiamkan,” imbuh Teuku Farhan. (sak)

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com pada Senin, 19 Januari 2015 dengan judul Penggunaan Internet di Ruang Publik Harus Diatur

Leave a Reply