JAKARTA: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali digugat secara perdata di PN Jakarta Pusat, karena dinilai gagal melindungi warganya dari dampak dan bahaya asap rokok.
Empat organisasi kemasyarakatan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok, dan Koalisi untuk Indonesia Sehat, mendaftarkan gu-gatan terhadap Presiden SBY dan Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin.
“Kami menuntut Presiden dan DPR untuk menandatangani dan meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Kerangka Konvensi Penanggulangan Dampak Tembakau,” ujar Tulus Abadi, anggota YLKI, kemarin.
Presiden SBY, kata Tulus, digugat karena tidak menandatangani, meratifikasi, dan mengakses FCTC, kendati sebenarnya Indonesia merupakan salah satu negara yang terlibat secara aktif dari awal pembentukan produk pertama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Pemerintah mengadopsi penuh substansi FCTC, tetapi tidak menandatangani dan meratifikasi FCTC. Itu suatu pengingkaran terhadap organisasi internasional.”
Dia menambahkan DPR digugat karena tidak mengajukan dan membahas draf UU tentang Pengendalian Dampak Tembakau, padahal RUU tersebut telah didukung dan ditandatangani 41,7% atau 256 anggota DPR.
Tubagus Haryo Karbyanto dari FAKTA menyebutkan regulasi yang dilakukan daerah a.l. Perda DKI Jakarta No. 2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Pergub DKI Jakarta No. 75/2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok, masih bersifat parsial.
Dia menambahkan pengaturan dan peraturan mengenai rokok yang dilakukan secara parsial tidak akan berdampak, sehingga yang harus diatur adalah multilini a.l. pengaturan iklan, harga jual rokok, dan bea cukai.
Masyarakat miskin
Berdasarkan survei yang dilakukan FAKTA, sekitar 12% masyarakat miskin membelanjakan pendapatannya untuk rokok. Bahkan dua pertiga penerima BLT membelanjakan uang lebih besar dari yang diterimanya untuk rokok. Survei terbaru FAKTA menunjukkan 61% anak jalanan di sepanjang jalur kereta api Jakarta-Bogor merupakan perokok aktif.
Sekadar informasi, cukai rokok di Indonesia adalah 37% dari harga ritel. Pada 2007, nilainya diperkirakan mencapai Rp42 trilun. Akan tetapi, cukai rokok di Indonesia masih tergolong yang paling rendah di dunia, setelah Laos yang nilainya 20%. Untuk negara Asean, rata-rata cukai rokok berkisar 60%.
Selama ini, pemerintah selalu berdalih kenaikan cukai rokok akan mematikan industri rokok dalam negeri, sementara kalangan LSM berpendapat kenaikan cukai rokok justru akan mendatangkan dampak positif lebih besar a.l. pendapatan negara dari sektor pajak akan meningkat dan harga rokok yang tinggi tidak akan mematikan industri tersebut. (Gajah Kusumo) ([email protected])
Oleh Elvani Harifaningsih-Bisnis Indonesia
http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/hukum-bisnis/1id64567.html
Tinggalkan Balasan