Apa yang terfikir di benak Anda ketika mendengar Belanda? Saya yakin diantara Anda ada yang menjawab, Kincir Angin, Bunga Tulip, Marco Van Basten, Rudd Gullit atau bahkan ada yang menjawab, negara penjajah karena pernah menjajah Batavia dan pulau jawa (saat itu belum ada Indonesia). Tapi tidak bagi Aceh, karena Aceh belum pernah berhasil menjajah Aceh. Bagi saya, Belanda memiliki kesan khusus pertama, karena kakek saya pernah belajar sampai ke Belanda, bahkan kabarnya kakek saya kalau marah pakai bahasa belanda..he..he..padahal kakek saya guru ngaji, pengajar dan mahasiswa pertama IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Dan kedua, seorang teman saya mengaku pernah melihat arwah nenek buyut saya, perempuan Belanda, dia berkata : itu cucu saya (maksudnya saya), nah lho..merinding juga dengarnya 🙂

Tapi diantara yang paling menarik dari Belanda yang memiliki penduduk 16 juta jiwa ini (2010, Sumber : Wikipedia.org) adalah kreatifitasnya dan kemampuannya merealisasikan ide kreatif, salah satu buktinya adalah sistem polder yang berfungsi untuk mencegah banjir dan berhasil.

“Polder adalah sekumpulan dataran rendah yang membentuk kesatuan hidrologis artifisial yang dikelilingi oleh tanggul (dijk/dike). Pada daerah polder, air buangan (air kotor dan air hujan) dikumpulkan di suatu badan air (sungai, situ) lalu dipompakan ke badan air lain pada polder yang lebih tinggi posisinya, hingga pada akhirnya air dipompakan ke sungai atau kanal yang langsung bermuara ke laut. Tanggul yang mengelilingi polder bisa berupa pemadatan tanah dengan lapisan kedap air, dinding batu, dan bisa juga berupa konstruksi beton dan perkerasan yang canggih. Polder juga bisa diartikan sebagai tanah yang direkalamasi. Sistem polder banyak diterapkan pada reklamasi laut atau muara sungai, dan juga pada manajemen air buangan (air kotor dan drainase hujan) di daerah yang lebih rendah dari muka air laut dan sungai. -Amin Budiarjo, Praktisi Perencanaan dan Pembangunan Perkotaan. (Sumber : Bebasbanjir2025.wordpress.com)

Dari teknologi yang diciptakan dan diterapkan oleh Belanda, dapat kita simpulkan bahwa kita tidak dapat memungkiri kreatifitas Negara yang rawan banjir dan badai ini karena mampu menerapkan sistem penanganan banjir. Bahkan kabarnya tanggul anti banjir yang dibuat lebih panjang dari tembok cina. Ada lagi kesan lain yang berhubungan dengan profesi saya di bidang teknologi informasi, ternyata Belanda adalah salah satu negara 3 besar internet tercepat di dunia versi Akamai pada bulan April 2012 dengan kecepatan rata-rata 8.2 Mbps…wow. (Sumber : Kompas.com). Dengan kecepatan internet yang demikian tentu akan memicu kreatifitas dan kecepatan dalam memperoleh, memproses data dan informasi sehingga waktu menggunakan Internet lebih efesien.

Saya yakin dengan belajar lebih banyak di Belanda tentu dapat mengasah pengetahuan saya khususnya di bidang teknologi informasi dan dapat memberikan kontribusi positif di Aceh. Semoga.


Comments

Leave a Reply