Komunitas IT, Semangat Berbagi dan Tantangannya


Komunitas sejak era millenium tiba semakin populer khususnya komunitas yang bergerak di bidang teknologi informasi. Komunitas biasanya terdiri dari sejumlah relawan yang memiliki hobi yang sama. Saling berbagi pengetahuan adalah kata kunci yang melekat dalam komunitas.

Dinamika komunitas yang unik membuat saya tertantang masuk ke dunia ini dan walhasil dampaknya sangat bermanfaat bagi bertambahnya pustaka ilmu pribadi dan bisa berkontribusi untuk masyarakat.

Ada beberapa komunitas IT yang saya kenal dan populer di tingkat dunia, diantaranya WordPress.org dan Ubuntu.org. Kedua aplikasi open source ini merupakan hasil karya bersama dan produk bermutu dari komunitas yang telah bermanfaat dan mengubah hidup banyak orang ke arah yang lebih baik dan positif.

Sedangkan di tingkat lokal kita mengenal IlmuKomputer.org, Kaskus.us, ID-Joomla, Ubuntu-ID, WordPress Republik dan masih banyak lagi. Saya kagum dengan rekan-rekan yang bergelut dan bertahan berkontribusi pada komunitas tersebut. Saya yakin rekan-rekan yang berkontribusi pada komunitas adalah mereka yang dapat memahami sesama dengan hati yang bersih, semangat ingin berbagi bukan pada embel-embel lain. Terkadang kita juga menemui rekan-rekan komunitas yang memiliki egoisme tinggi, merasa paling berjasa, paling banyak berkontribusi, paling layak mendapat status terhormat, bersedia membantu jika ada bayarannya, menolak membantu jika ada hubungan dengan kegiatan bisnis di satu sisi mereka menyembunyikan kepentingan bisnis didalamnya yang tidak boleh diketahui oleh anggota komunitasnya sekalipun, saling curiga satu sama lain, merasa dimanfaatkan, dan sebagainya. Kita dapat memakluminya sebagai bagian dari dinamika komunitas dan faktor kepercayaan terhadap sesama yang masih kurang. Mungkin sebagian sikap negatif ini sebagai salah satu bentuk kekecewaan karena pernah dikhianati atau dimanfaatkan demi kepentingan pribadi. Sekali lagi, kita harus memakluminya. Disinilah kita belajar menuju proses kematangan dan kedewasaan dalam berfikir dan bertindak demi kepentingan yang lebih besar yakni dapat berkontribusi kepada masyarakat. Jangan sampai, hal-hal sepele seperti diatas menurunkan semangat dasar kita dalam berkomunitas yakni semangat saling berbagi ilmu.

Bukankah kita akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat atas setiap ilmu sekecil apapun yang kita dimiliki, telah digunakan untuk apa ilmu kita, jika ada yang meminta ilmu kenapa kita tidak mau membantu, dan sebagainya. Ini adalah hal yang lebih besar yang perlu kita prioritaskan dibandingkan menomorsatukan ego pribadi. Ada yang berkilah, kontribusi sih kontribusi, urusan perut gimana, emang kita robot apa, adalah sikit uang makan??. Menggelikan, ngapain juga gabung komunitas kalo mikirin urusan perut, gajah aja yang nggak sekolah tapi berkomunitas bisa gemuk apalagi kita manusia. Mungkin orang yang mengedepankan urusan perut dalam komunitas lupa akan kodratnya. Belum pernah saya temui orang yang jatuh miskin dan kelaparan dalam berkomunitas. Mungkin anda ada yang tahu? Solusinya tidak lain adalah mengembangkan wawasan berwirausaha, misalnya pernak-pernik identitas komunitas, cafe komunitas, atau berbagi info project yang dikerjakan kepada komunitas, dll. Komunitas tanpa semangat entrepreneur juga tidak bertahan lama. Apalagi Indonesia yang masih sangat kurang entrepreneurnya, masih 0,01% kata Pak Purdi Chandra. Dibandingkan negara maju yang mencapai angka diatas 5% dari total penduduk./tfa

Leave a Reply